Washington – Sejak Minggu (20/3), koalisi Barat melaksanakan aksi militer terhadap Libya. Tentunya, misi ini tak membutuhkan dana yang sedikit. Berapa jumlahnya?
Pemberlakukan zona bebas terbang (no-fly zone) di Libya, sebagai pelaksanaan Resolusi 1973 Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), diperkirakan akan menelan US$1 miliar. Terutama jika operasi yang diberi nama Odyssey Dawn ini akan berlangsung lebih dari dua bulan.
“Biaya awal untuk melumpuhkan sistem pertahanan udara Libya saja bisa mencapai US$400-800 juta. Patroli untuk memastikan no-fly zone terus terlaksana, membutuhkan sekitar US$30-100 juta per pekan,” ujar Zack Cooper, analis pertahanan senior di Center for Strategic and Budgetary Assesstments.
Militer Amerika Serikat (AS) masih belum memberikan perkiraan biaya operasi ini. Sebagai perbandingan, perang Afghanistan yang saat ini masih dilakukan Amerika, menelan biaya lebih dari US$9 miliar per bulan.
Sebab itulah beberapa pejabat AS mengkritik keputusan Presiden Barack Obama untuk bergabung dengan aliansi dalam misi militer Libya. Terutama saat negara ini sedang berjuang menghadapi defisit anggaran yang kini telah mencapai US$1,48 triliun.
Kementerian Pertahanan AS yang bermarkas di Pentagon telah mengungkapkan rencana untuk memangkas anggaran pertahanan hingga US$78 miliar selama lima tahun ke depan. Hal ini berarti penundaan program persenjataan dan menunda pengungaran biaya perawatan.
Cooper dan rekannya, Todd Harrison, membuat sebuah skenario untuk pemberlakukan zona bebas terbang terbatas di Libya. Asumsi pada skenario itu, zona bebas terbang hanya meliputi pararel ke-29 di bagian utara Libya dan tidak seluruh negara itu. Proyeksi biaya kemudian disusun berdasarkan luas zona, untuk mengukur bahan bakar pesawat dan perawatan.
Satu hal yang tidak diperkirakan Cooper dan Harrison adalah bantuan dari koalisi tujuh negara lainnya. Tentu saja, koalisi ini ikut menanggung biaya misi tersebut. “Meski kami tetap berasumsi, Amerika akan mengeluarkan lebih banyak biaya sebagai pemimpin misi,” lanjutnya.
Menurut Cooper, rudal Tomahawk yang saat ini ditembakkan Amerika dan Inggris harganya US$200 juta. Ada pula biaya tambahan yang harus dikeluarkan, karena satu unit jet tempur F-15 milik AS jatuh. Pentagon mungkin takkan menggantinya dengan jet baru, namun bergabung dengan negara lain yang bisa menelan US$100-150 juta.
Negara Eropa utama yang mendorong zona bebas terbang, akan menanggung biaya lebih besar. Menteri Keuangan Inggris George Osborne yang terkenal dengan reputasi mengurangi defisit anggaran menyatakan kepada parlemen, misi Libya yang oleh Inggris disebut Operation Ellamy ini akan menelan puluhan juta poundsterling.
“Terlalu awal untuk memperkirakan angka pastinya, namun masih di bawah biaya Afghanistan. Perkiraan awal kami akan menelan puluhan, bukan ratusan poundsterling,” kata Osborne.
Namun analis pertahanan Inggris, Francis Tusa menyatakan, biaya ini bisa membengkak dengan cepat. Sejauh ini, Inggris harus mengeluarkan 200 ribu poundsterling (US$325 ribu) per pesawat. Sedangkan rudal menelan 800 ribu poundsterling (US$1,3 juta) per buah. Sepuluh jet tempur Typhoon akan dikerahkan untuk patroli, yang akan menekan 3 juta poundsterling (US$3,25 juta) per hari.
Senada, analis Prancis juga berpendapat perang ini akan membebani AS dan Inggris. “Sebab senjata mereka lebih canggih dan armada yang dikerahkan juga lebih banyak,” kata Jean Dominique Merchet. Koalisi gabungan yang ikut dalam misi militer Libya adalah AS, Inggris, Prancis, Denmark, Spanyol, Belgia, Italia dan Kanada.
sumber : jiastisipolcandradimuka.blogspot.com
No comments:
Post a Comment